Kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan sosial merupakan gejala
yang wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia di dalam
masyarakat. Perubahan-perubahan sosial akan terus berlangsung
sepanjang masih terjadi interaksi antarmanusia dan antarmasyarakat.
Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur
yang mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti perubahan dalam
unsurunsur geografis, biologis, ekonomis, dan kebudayaan.
Perubahan-perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan
perkembangan zaman yang dinamis. Adapun teori-teori yang menjelaskan
mengenai perubahan sosial adalah sebagai berikut.
- Teori Evolusi ( Evolution Theory )
Teori ini pada dasarnya berpijak pada perubahan yang memerlukan
proses yang cukup panjang. Dalam proses tersebut, terdapat beberapa
tahapan yang harus dilalui untuk mencapai perubahan yang diinginkan.
Ada bermacam-macam teori tentang evolusi. Teori tersebut digolongkan
ke dalam beberapa kategori, yaitu unilinear theories of evolution,
universal theories of evolution, dan multilined theories of
evolution.
- Unilinear Theories of Evolution
Teori ini berpendapat bahwa manusia dan masyarakat termasuk
kebudayaannya akan mengalami perkembangan sesuai dengan
tahapan-tahapan tertentu dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang
kompleks dan akhirnya sempurna. Pelopor teori ini antara lain Auguste
Comte dan Herbert Spencer.
- Universal Theories of Evolution
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu
melalui tahap-tahap tertentu yang tetap. Kebudayaan manusia telah
mengikuti suatu garis evolusi tertentu. Menurut Herbert Spencer,
prinsip teori ini adalah bahwa masyarakat merupakan hasil
perkembangan dari kelompok homogen menjadi kelompok yang heterogen.
- Multilined Theories of Evolution
Teori ini lebih menekankan pada penelitian terhadap tahaptahap
perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat. Misalnya mengadakan
penelitian tentang perubahan sistem mata pencaharian dari sistem
berburu ke sistem pertanian menetap dengan menggunakan pemupukan dan
pengairan.
Menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, ada beberapa kelemahan
dari Teori Evolusi yang perlu mendapat perhatian, di antaranya adalah
sebagai berikut.
a. Data yang menunjang penentuan tahapan-tahapan dalam masyarakat
menjadi sebuah rangkaian tahapan seringkali tidak cermat.
b. Urut-urutan dalam tahap-tahap perkembangan tidak sepenuhnya tegas,
karena ada beberapa kelompok masyarakat yang mampu melampaui tahapan
tertentu dan langsung menuju pada tahap berikutnya, dengan kata lain
melompati suatu tahapan. Sebaliknya, ada kelompok masyarakat yang
justru berjalan mundur, tidak maju seperti yang diinginkan oleh teori
ini.
c. Pandangan yang menyatakan bahwa perubahan sosial akan berakhir
pada puncaknya, ketika masyarakat telah mencapai kesejahteraan dalam
arti yang seluas-luasnya. Pandangan seperti ini perlu ditinjau ulang,
karena apabila perubahan memang merupakan sesuatu yang konstan, ini
berarti bahwa setiap urutan tahapan perubahan akan mencapai titik
akhir
Padahal perubahan merupakan sesuatu yang bersifat terusmenerus
sepanjang manusia melakukan interaksi dan sosialisasi.
- Teori Konflik ( Conflict Theory )
Menurut pandangan teori ini, pertentangan atau konflik bermula dari
pertikaian kelas antara kelompok yang menguasai modal atau
pemerintahan dengan kelompok yang tertindas secara materiil, sehingga
akan mengarah pada perubahan sosial. Teori ini memiliki prinsip bahwa
konflik sosial dan perubahan sosial selalu melekat pada struktur
masyarakat.
Teori ini menilai bahwa sesuatu yang konstan atau tetap adalah
konflik sosial, bukan perubahan sosial. Karena perubahan hanyalah
merupakan akibat dari adanya konflik tersebut. Karena konflik
berlangsung terus-menerus, maka perubahan juga akan mengikutinya. Dua
tokoh yang pemikirannya menjadi pedoman dalam Teori Konflik ini
adalah Karl Marx dan Ralf Dahrendorf.
Secara lebih rinci, pandangan Teori Konflik lebih menitikberatkan
pada hal berikut ini.
a. Setiap masyarakat terus-menerus berubah.
b. Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang perubahan
masyarakat.
c. Setiap masyarakat biasanya berada dalam ketegangan dan konflik.
d. Kestabilan sosial akan tergantung pada tekanan terhadap golongan
yang satu oleh golongan yang lainnya.
- Teori Fungsionalis ( Functionalist Theory )
Konsep yang berkembang dari teori ini adalah cultural lag
(kesenjangan budaya). Konsep ini mendukung Teori Fungsionalis untuk
menjelaskan bahwa perubahan sosial tidak lepas dari hubungan antara
unsur-unsur kebudayaan dalam masyarakat. Menurut teori ini, beberapa
unsur kebudayaan bisa saja berubah dengan sangat cepat sementara
unsur yang lainnya tidak dapat mengikuti kecepatan perubahan unsur
tersebut. Maka, yang terjadi adalah ketertinggalan unsur yang berubah
secara perlahan tersebut. Ketertinggalan ini menyebabkan kesenjangan
sosial atau cultural lag .
Para penganut Teori Fungsionalis lebih menerima perubahan sosial
sebagai sesuatu yang konstan dan tidak memerlukan penjelasan.
Perubahan dianggap sebagai suatu hal yang mengacaukan keseimbangan
masyarakat. Proses pengacauan ini berhenti pada saat perubahan itu
telah diintegrasikan dalam kebudayaan. Apabila perubahan itu ternyata
bermanfaat, maka perubahan itu bersifat fungsional dan akhirnya
diterima oleh masyarakat, tetapi apabila terbukti disfungsional atau
tidak bermanfaat, perubahan akan ditolak. Tokoh dari teori ini adalah
William Ogburn.
Secara lebih ringkas, pandangan Teori Fungsionalis adalah sebagai
berikut.
a. Setiap masyarakat relatif bersifat stabil.
b. Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan
masyarakat.
c. Setiap masyarakat biasanya relatif terintegrasi.
d. Kestabilan sosial sangat tergantung pada kesepakatan bersama
(konsensus) di kalangan anggota kelompok masyarakat.
- Teori Siklis ( Cyclical Theory )
Teori ini mencoba melihat bahwa suatu perubahan sosial itu tidak
dapat dikendalikan sepenuhnya oleh siapapun dan oleh apapun. Karena
dalam setiap masyarakat terdapat perputaran atau siklus yang harus
diikutinya. Menurut teori ini kebangkitan dan kemunduran suatu
kebudayaan atau kehidupan sosial merupakan hal yang wajar dan tidak
dapat dihindari.
Sementara itu, beberapa bentuk Teori Siklis adalah sebagai berikut.
a.
Teori Oswald Spengler (1880-1936)
Menurut teori ini, pertumbuhan manusia mengalami empat tahapan, yaitu
anak-anak, remaja, dewasa, dan tua. Pentahapan tersebut oleh Spengler
digunakan untuk menjelaskan perkembangan masyarakat, bahwa setiap
peradaban besar mengalami proses kelahiran, pertumbuhan, dan
keruntuhan. Proses siklus ini memakan waktu sekitar seribu tahun.
b.
Teori Pitirim A. Sorokin (1889-1968)
Sorokin berpandangan bahwa semua peradaban besar berada dalam siklus
tiga sistem kebudayaan yang berputar tanpa akhir. Siklus tiga sistem
kebudayaan ini adalah kebudayaan ideasional, idealistis, dan sensasi.
1) Kebudayaan ideasional, yaitu kebudayaan yang didasari oleh
nilai-nilai dan kepercayaan terhadap kekuatan supranatural.
2) Kebudayaan idealistis, yaitu kebudayaan di mana kepercayaan
terhadap unsur adikodrati (supranatural) dan rasionalitas yang
berdasarkan fakta bergabung dalam menciptakan masyarakat ideal.
3) Kebudayaan sensasi, yaitu kebudayaan di mana sensasi merupakan
tolok ukur dari kenyataan dan tujuan hidup.
- Teori Arnold Toynbee (1889-1975)
Toynbee menilai bahwa peradaban besar berada dalam siklus kelahiran,
pertumbuhan, keruntuhan, dan akhirnya kematian. Beberapa peradaban
besar menurut Toynbee telah mengalami kepunahan kecuali peradaban
Barat, yang dewasa ini beralih menuju ke tahap kepunahannya.